perawat

All posts tagged perawat

Tim Muda 2018-2021

Published November 26, 2021 by Hawa

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.. selesai sudah cerita bersama tim 2018 di 2021 ini… perpisahan tak terelakkan karena saya harus tugas belajar ke padang. tetap semangat ya ukhtifillah… sehat2 semua ya… tetaplah dalam lingkaran kebajikan.. semoga Allah SWT menjaga kita semua.. aamiin yaa rabbal ‘aalamiin…

Mahasiswa “PERAWAT DAN DOKTER”

Published April 4, 2012 by Hawa

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…
Lama tak menulis, tak mampu karena tak sempat… bukan tak ingin, namun apalah daya… ^^… profesi menyita waktu, fikiran dan tenaga…

Mungkin tulisan kali ini sedikit lebih ringan dari biasanya (gak mau bilang “gak berbobot”). Ini tentang pengalaman saya di klinik (Rumah sakit, Puskesmas, Rumah bersalin, Panti Jompo, Pustu, pelayanan kesehatan masyarakat dll), terkhusus tentang dilema para mahasiswa yang ketemu di Klinik.
Identitas sebagai “mahasiswa” tentu bukanlah posisi pewe (baca: posisi wuenak) di Klinik. Ini adalah posisi paling bawah, alias posisi yang paling sering kena suruh dari segala lintas profesi. Di klinik, terutama di Rumah sakit, Mahasiswa sudah terkenal sebagai kelompok yang siap untuk itu, karena memang sedang dalam masa “belajar”… so, mulai dari Pimpinan Rumah Sakit sampai para CS (Cleaning Service) bisa saja menjadi “bos” mahasiswa. But, it’s no problem, selama masih dalam batas kewajaran…

RSUP Prof. Dr. M. Djamil Padang, sebagai Rumah Sakit Rujukan seSumatera, sekaligus sebagai Rumah Sakit Pendidikan, terdapat begitu banyak mahasiswa di dalamnya. Ada mahasiswa perawat, bidan, dokter, farmasi, radiologi, dll. Nah, mahasiswa perawat terbagi lagi menjadi beberapa kelompok, yakni ada mahasiswa D3 (tingkat 1,2 &3), mahasiswa preklinik (S1, belum sarjana), mahasiswa Profesi (S1, sudah sarjana, proses menuju gelar Ners), dan mahasiswa S2. Mahasiswa kedokteran terbagi juga yaitu mahasiswa S1 (sudah sarjana,proses menuju gelar Dokter, disebut Co-Ass), mahasiswa PPDS (sudah dokter, mengambil spesialis, disebut “residen”). Mahasiswa kebidanan juga terbagi menjadi mahasiswa D3 dan D4. So complicated…!!!

Dari sekian banyak mahasiswa dan macam-macam pembagiannya tersebut, yang paling mudah dikenali adalah mahasiswa kedokteran. Sebab biasanya mahasiswa kedokteran itu muda-muda. Yang Co-Ass dan Residen mudah dibedakan dari usianya. Lain halnya dengan mahasiswa perawat dan bidan. Di kelompok profesi perawat dan bidan, mahasiswa S1 tidak bisa serta merta memanggil “adek” kepada mahasiswa D3, sebab bisa saja mahasiswa D3 itu lebih tua darinya dikarenakan mahasiswa D3 tersebut baru saja melanjutkan studinya setelah lama bekerja dengan bekal SPK (Sekolah Pendidikan keperawatan, sejajar SMA). So, setiap kali berkenalan biasanya para mahasiswa ini menyebutkan tahun kelahirannya, supaya bisa menempatkan diri untuk memanggil teman yang baru dikenal tadi dengan sebutan yang sepantasnya.

Hmm… sampai di sini anda paham kan,,??!! Yup, mari kita lanjutkan…

Menurut pengamatan saya, karena banyaknya mahasiwa, wajar saja ada ke”aku”an di antara lintas profesi tersebut. Yang merasa lebih tinggi derajatnya, maka sombonglah ia. Yang merasa lebih menguasai, maka angkuhlah sudah…

namun yang paling unik dari sekian macam kesentimentilan mahasiswa yang saya rasakan adalah dilema antara mahasiswa perawat dan dokter muda. You Know What??!!. Biasanya saya sebut sebagai “ misconception”… yah, konsep yang salah di antara keduanya.

Seringkali saya temukan masalah-masalah yang sebenarnya tidak perlu menjadi masalah di kalangan mahasiswa perawat dan dokter muda, sebab masalah2 tersebut seringkali tergolong masalah “sepele” dan tak perlu diributkan. Tetapi, lantaran “misconception” tadi, maka jadilah masalah sebesar biji dzarrah itu menjadi sebesar Gunung Himalaya…

Mungkin anda bertanya, apa yang saya maksud dengan “misconception”… baiklah, saya coba jelaskan. Begini… contohnya: ketika dokter merasa ia adalah tuan dan perawat adalah pelayannya… itulah misconception. Ketika perawat merasa ia penguasa ruangan dan dokter tak berhak perintah-perintah… itu misconception… ketika perawat merasa dilecehkan karena diberi penugasan oleh dokter… itu misconception… ketika dokter merasa mengetahui segala hal tentang keadaan pasien sehingga tak perlu mendengarkan laporan pengamatan dari perawat… itu juga misconception.
You got it???!!!

Nah, sudah lebih jelas kan??
Sekarang, saya akan paparkan pandangan saya.

Perawat itu PELAYAN…
Yupz.. saya setuju. Bukan karena beberapa tugasnya yang memang tampak seperti tugas “BABU alias Pembokat” layaknya memandikan pasien, membuang urin (balance cairan), menukar pampers, membersihkan luka, menyuapi makan pasien. Not That… bukan itu. Tetapi lebih kepada “Melayani Kebutuhan Pasien dengan Sepenuh Hati”… ajang mendapatkan pahala besar itu kawaaannn…

Nah, kalo Perawat itu PELAYAN, apakah Dokter itu MAJIKAN??? (seperti yang banyak orang Indonesia sangka)
TIDAK…sekali lagi, TIDAK…!!! SAMA SEKALI TIDAK…
Dokter itu JUGA PELAYAN… ia melayani Pasien… (mestinya ditambahkan “dengan sepenuh hati” juga). Dokter melayani dengan segenap tenaga dan pikiran juga…sama seperti perawat. Namun, keputusan tindakan apa yang diberikan ke pasien itu berada di tangan dokter. Right… !!! that’s right…

Inilah profesi yang saling mengisi.
Di Rumah Sakit, Perawat tak bisa bekerja tanpa dokter, sebab siapa yang akan memberi keputusan dan melegalkan tindakan pengobatan yang diberikan pada pasien bila tak ada dokter?. Begitu pula dokter, tak kan mampu bekerja tanpa perawat, sebab siapa yang akan menghandle kebutuhan pelayanan kesehatan dari sekian banyak pasien bila tak ada perawat?. Bisa diumpamakan, kedua profesi ini layaknya sepasang suami istri. Dokter sebagai suami, perawat sebagai istri, dan pasien sebagai anak mereka. Maka sudah selayaknya suami istri itu bekerja sama, bahu membahu, saling memahami, saling memberi dan melakukan yang terbaik untuk anak mereka (yakni kesembuhan pasien).
curing without caring is nothing…!!!

RUU Keperawatan
Nah, sedikit menyinggung masalah RUU Keperawatan, Saya katakan pada anda bahwa undang-undang bagi dokter itu ada, sudah jelas, dan tegas. Tapi untuk perawat bagaimana? Sampai sekarang belum ada hasilnya…

Pertanyaannya, pentingkah Undang-undang bagi perawat???
Yupz…penting, penting sekali malah. Undang-undang penting bagi perawat untuk melindungi dari pekerjaannya serta dari konflik kepentingan yang berujung pada kriminalisasi terhadap mereka. Menurut Guru Besar Ilmu Keperawatan Indonesia Universitas Indonesia Achir Yani, selama ini para perawat sering bekerja tanpa dasar hukum. Padahal perawat di Indonesia rata-rata merupakan perawat yang kompeten dan berdedikasi tinggi dalam pekerjaannya. Selama ini mereka bekerja di pelosok daerah, ikut mencegah kematian dan mengatasi berbagai penyakit. RUU Keperawatan sudah masuk program legislasi nasional di DPR sejak tahun 2004, namun sampai hari ini belum jelas keberadaannya. Karena itu perawat di Indonesia mendesak DPR dan pemerintah agar segera mensahkan RUU menjadi UU.

Dalam RUU tersebut, tampak jelas peran perawat… bukan untuk menyaingi dokter, seperti yang ditudingkan oleh segelintir anggota DPR yang videonya telah beredar kemana-mana itu. Ini masalah legalitas, itu saja. Tidak perlulah kiranya mereka menyakiti hati para perawat dengan mengatakan “kenapa gak jadi dokter aja???” tak tahukah mereka bahwa di ASEAN hanya indonesia, laos dan vietnam yang nggak ada UU Keperawatan. Bahkan negara yang jauh lebih kecil dari Indonesia sudah ada UU nya.

Aturan Dunia
Inilah dunia, aturan yang berlaku adalah aturan manusia. Makanya RUU ini perlu diperjuangkan. Kalo sudah di akhirat, semua aturan itu milik Allah… tak perlu diragukan lagi keadilanNya. Mau diakui atau tidak, diperjuangkan atau tidak, aturanNyalah yang berlaku… kesombongan itu sepenuhnya hak prerogatif Allah… bukan milik anggota dewan yang terhormat itu…

Baiklah… cukup dulu ya… semoga perjuangan perawat Indonesia dalam memperjuangkan UU Keperawatan menemukan penghujung yang happily ever after…aaamiin.. Allahumma aamiinn…

10 Kesalahan Perawat dalam Memasang Infus

Published November 3, 2011 by Hawa

Terlepas dari urusan Undang-Undang Perawat yang masih harus terus kita perjuangkan, dan tentunya Undang-Undang Keperawatan adalah harga mati, gak boleh nawar sedikitpun. Selama ini memasang infus (IVFd – Intravenous Fluids), sudah menjadi keseharian tugas perawat. Terkadang memasang infus adalah hal yang gampang, kadang pula karena hal-hal sepele kita malah gagal memasangnya. Berikut sepuluh hal yang sering terlupa ataupun yang menjadi penyebab kita gagal dalam memasang infus

1. Salah Sudut
Hal penentu masuk dan tidaknya abocath kedalam pembuluh darah vena secara tepat tergantung dari perawat ketika dalam membuat sudut pemasangan ketika akan menusuk. Kemiringan jarum abocath tidak boleh terlalu besar, karena akan berimbas pecahnya pembuluh darah vena karena terjadi ruptur akibat tembusnya abocath pada bagian bawah vena. Sebaliknya sudut yang terlalu kecil mengakibatkan abocath hanya akan berjalan-jalan didalam kulit (dibawah permukaan kulit) tanpa mengenai pembuluh darah, dan tahukah anda, ini berasa sangat sakit sekali. Sebelum menusukkan abocath, perkirakan bahwa sudut yang kita buat adalah berkisar antara 40 hingga 60 derajat dari permukaan kulit pasien, tusukkanlah dan rasakan ketika ujung jarum menembus pembuluh darah, kurangi sedikit sudutnya sambil menarik sedikit jarum ketika darah sudah terlihat keluar dia penampung darah abocath, terus dorong selang abocath hingga habis, tarik jarum, tekan sedikit pada permukaan kulit tempat masuknya jarum agar darah tidak mengalir, masukkan selang ifus dan alirkan cairan.
2. Salah Ukuran Abocath
Pastikan selalu perhatikan ukuran pembuluh darah yang akan ditusuk dan perkirakan dengan ukuran abocath. Ingat, disini ilmu kirologi perawat sangat dibutuhkan. Ukuran jarum abocath berhitung terbalik, semakin kecil nomornya, semakin besar ukuran jarumnya, dan ukuran abocath untuk infus selalu genap. Untuk ukuran pasien Indonesia, pada orang dewasa lazimnya memakai abocath dengan ukuran 20 G, sedangkan pada anak-anak dimulai pada ukuran 24 G keatas. Yang perlu dicatat disini, ukuran jarum mempengaruhi jumlah cairan yang masuk, apabila pada kondisi pasien syok, maka jumlah cairan yang masuk pun harus dalam jumlah banyak dan cepat, makanya biasanya untuk pasien-pasien gawat dan memerlukan terapi cairan yang banyak dan cepat, biasanya menggunakan abocath berukuran 18 G, begitupun untuk calon pasien operasi biasanya menggunakan abocath dengan ukuran 18 G. Catatan penting disini, semakin besar ukuran jarum, maka panjang abocath juga semakin panjang, oleh karena itu perlu disesuaikan dengan pembuluh darah.
3. Salah Memilih Pembuluh Darah Vena
Kesalahan yang berikutnya adalah kesalahan dalam memilih pembuluh darah vena, yang harus diingat pemilihan pembuluh darah vena adalah dari ujung ke pangkal, dari punggung tangan semakin keatas. Pembuluh darah yang dicari pun harus dicari yang tidak bercabang dan tidak keriting, karena akan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Vena yang kita pilih juga tidak boleh yang melewati persendian, karena akan mengakibatkan infus mudah macet.
4. Salah Cairan
Memasang infus adalah kerja kolaborasi perawat dengan profesi lain, namun sebagai perawat kita harus jeli, apakah cairan yang diorder benar-benar sesuai dengan kebutuhan serta kondisi pasien atau tidak, karena perawat adalah seseorang yang mendampingi pasien selama 24 jam. Pelajari apa saja yang terkandung dalam cairan infus tersebut, misalnya pada pasien dengan oedem harus membatasi garam, maka cairan NaCl harus dipertimbangkan, pada pasien DM penggunaan cairan Dextrose harus benar-benar diperhatikan, cairan-cairan dengan osmolaritas tinggi perlu dibatasi kadarnya. Hal terpenting, jangan sampai salah cairan yang masuk ke pasien, karena itu sangat merugikan dan membahayakan pasien.
5. Salah Pasien
Yang ini nih, jangan sampe lupa ya… kenali pasien anda dengan dilihat, diraba dan diterawang.. hehehe.. emang duit. Yang bener harus dilihat, ditanya dan diyakinkan…
6. Lupa Mengalirkan cairan dalam selang infus
Keteledoran yang lumayan sering terjadi adalah abocath sudah tertusuk tapi cairan belum siap… ini nih yang sering bikin berabe, dan kesannya tidak profesional. Buatlah sebuah ritual khusus dalam memasang infus, misal menusuk botol, mengalirkan cairan dalam selang melihat ada udara atau tidak baru gantungkan diatas tiang infus, jadikan itu adalah ritual pertama sebelum memasang infus, jadi walaupun pikiran kita sedang ruwet otak bawah sadar kita pasti akan melakukannya ketika memasang infus.
7. Lupa memotong Plaster
Ini nih yang gak kalah bikin bete… sudah siap semuanya eh.. plaster belum ada, repot kan jadinya. Masih nyambung dengan poin sebelumnya, pastikan memotong plaster adalah ritual kedua setelah mempersiapkan cairan dan selang, hitung bener-bener jumlah plaster, panjang pendeknya sudah tepat belum (sesuai ilmu kirologi) atau kalau memakai metode satu plaster apakah plaster sudah dibelah atau belum.
8. Lupa Melakukan Desinfeksi
Terkadang hal yang sepele begini bisa kelupaan loh… dengan pedenya kita menusukkan abocath, eh baru teringat belum di desinfeksi, hal ini bisa karena kita terlalu grogi, terlalu-buru-buru tau lupa bawak alatnya. What ever alasan kita, pokoknya melakukan desinfeksi sebelum menusukkan abocath itu wajib hukumnya, kan kasihan pasiennya….
9. Lupa Memakai Handscoon
Berbagai alasan ketika kita tidak memakai Handscoon, kadang lupa kadang juga sengaja. Memang terkadang kita tidak merasa nyaman memasang infus dengan memakai Handscoon, apalagi kalo pas lagi memasang plaster… huh lengket sana sini. Tapi demi keamanan serta kenyamanan kita dan pasien ini juga kudu dilakuin…
10. Lupa Berkomunikasi dengan Pasien
Dateng-dateng langsung Jus….. tanpa ba-bi-bu lagi… ini masih sering terjadi di negara kutub selatan sana (di negara kita gak lagi) perawat tanpa ada basa-basi, langsung nyiapin alat langsung tusuk sudah selesai pergi deh… yang ditusuk siapa ya…?? salah satu kelebihan ilmu kita adalah berkomunikasi.. karena komunikasi perawat adalah komunikasi yang menyembuhkan.. ingat, selalu pastikan pasien itu benar atau tidaknya dengan berkomunikasi, meminta ijin dengan berkomunikasi, dan merilekskan pasien dengan berkomunikasi.

Begitu deh rekan-rekan, ini Cuma cerita doang, tapi semoga bisa menjadi pelajaran bagi saya dan kita semua, karena kita pernah belajar dari kesalahan, tapi bodohnya kita bila mengulang kesalahan. Kalo banyak salah harap dikoreksi, mari kita belajar bersama menjadi perawat profesional. I’m Proud To Be A Nurse

postingan ini diambil dari:http://nersmawan.blogspot.com